Posted by : Annisa Nur PS Kamis, 25 Juni 2015

Jalan memang panjang. Jalan terbentang begitu luas. Ada berbagai macam jalan yang sedang kita tempuh. Bahkan, kita telah menempuh jalan-jalan terdahulu. Ada kalanya kita salah jalan, ada pula yang menurut kita jalan yang benar. Dari jalan masa lalu, perlu kita berbenah diri agar jalan masa depan kita tak segelap masa lalu. Seringnya kita berpikir, jalan ini salah kita tempuh. Terlepas dari semuanya, Allah telah mengatur jalan kita. Bagaimama usaha dan rasa syukur ini kita hadirkan untuk-Nya?

Aku adalah seorang pelajar yang duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Sekolah ku ini tak elit, tak banyak orang pintar, dan berada di daerah pinggiran kota. Bersekolah adalah impian ku. Aku ingin menyelesaikannya secepat mungkin hingga aku sukses se muda mungkin. Rasanya delapan tahun sekolah itu sangat lama. Lama-lama aku bosan bersekolah dan ingin memilih untuk menikah saja.

Menikah itu pilihan. Banyak teman ku yang selepas Sekolah Dasar sudah menjadi milik orang lain dan hidupnya mapan-mapan saja. Orang tuaku juga tidak melarang ku untuk menikah. Bahkan, ibu ku menikah setelah lulus SMP. Ayahku saat itu pemilik sawah yang luasnya lebih dari 10 hektar. Pantas saja ibu ku mau menikah.

Tapi aku tak semudah itu memutuskan untuk berhenti sekolah. Mengingat aku adalah anak sulung yang harus memberi contoh bagi adik-adikku. Aku mempunyai tiga adik dan semuanya perempuan. Jadi, kita adalah empat bersaudara yang tak pernah akur. Aku selalu bertengkar dengan adikku yang pertama. Begitu seterusnya. Namun, aku sangat sayang dengan adikku yang kedua dan ketiga. Dibalik itu semua, aku sangat mendukung cita-cita adikku sebagai seorang menteri. Cita-cita yang aneh.

Di sekolah, aku adalah murid yang biasa saja. Aku tak mempunyai sesuatu untuk ditonjolkan. Aku tak cantik, tak tinggi, tak kaya, dan tak pandai. Namun satu, aku masih punya harga diri. Aku mempunyai prinsip, tidak akan berpacaran seperti teman ku yang lain. Sungguh tak ada gunanya. Buang-buang waktu saja mereka.

Hari ini adalah hari yang menyebalkan. Aku yang biasanya mendapat nilai 9 untuk mata pelajaran matematika, kini harus merasakan nilai 5. Nilai lima adalah nilai monyet yang sangat jelek. Aku marah pada diriku sendiri. Aku belajar di malam hari. Aku berdoa di setiap sujud ku. Lantas, apa yang membuat nilai ku jadi buruk?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -