Posted by : Annisa Nur PS Minggu, 21 September 2014

Pagatan, 7 Februari 1946.

Sekitar seratus orang tewas akibatb kelicikan Belanda di Pagatan, Kalimantan Tenggara. Pagatan memang menjadi incaran, karena letaknya yang strategis. Pada masa Belanda, tempat ini didirikan benteng yang besar dengan kekuatan armada beberapa batalyon. Zaman Jepang, benteng ini diperbesar dengan mengerahkan tenaga romusha. Akhirnya Jepang menyerah, bangkitlah putera-putera Pagatan yang 100% suku Bugis.

Belanda dengan NICA-nya masih merindukan untuk menduduki Pagatan. Alasannya, pantai Pagatan cocok untuk menempatkan armada laut, letaknya persis dimuka selatan antara pulau Kalimantan dengan pulau Laut.Sedangkan putera-putera daerah sebelumnya telah mendengar akan adanya serangan Belanda setelah kemerdekaan Indonesia.

Seluruh putera Pagatan, ikut mengangkat senjata apa saja yang mereka miliki. Ada senapan, granat rampasan, bambu runcing, dan keris khas Bugis. Pagi-pagi seluruh penduduk telah dikagetkan sebuah kapal perang. Seluruh kekuatan pantai dipimpin oleh HM. Nurung, ketua suku Bugis. Lantas, beberapa sekoci turun membawa bendera merah putih.

"Merdeka! Merdeka", teriak yang berasal dari sekoci. Maka disambutlah awak sekoci yang kulitnya hita tersebut. Mereka bangsa Indonesia juga. Suasana persaudaraan muncul. Awak sekoci mengabarkan bahwa kapal perang itu milik Indonesia, hasil perebutan dengan kelas-kelasi Belanda.

"Tidak ada perang dan semua dikumpulkan. Mari kita berpesta-pora menyambut kemerdekaan", demikian teriak pemimpin sekoci. Tidak ada rasa kecurigaan sedikitpun. HM. Nurung memerintahkan seluruh anak buahnya untuk mengumpulkan senjata dan ikut berpesta-pora menyambut kemerdekaan.

Setelah kapal perang merapat di pantai, tiba-tiba dentuman peluru dimuntahkan ke daratan Pagatan. Akal licik Belanda rupanya berhasil menipu bangsa Indonesia dengan memperalat sekelompok orang Indonesia juga. HM. Nurung gugur bersama ratusan syuhada yang tidak sempat melarikan diri. Pemimpin mereka dimakamkan di makan pahlwan Pagatan.

Hari yang bersejarah itu samapi detik ini tetpa diperingati suku Bugis Pagatan. Nama HM. Nurung dikenang oleh masyarakat dengan diabadikan menjadi nama lapangan sepak bola. Sedangkan peristiwa 7 Februari 1946 diberikan kepada nama gedung Dewan Kesenian daerah Pagatan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -