Posted by : Annisa Nur PS Rabu, 09 Juli 2014

Bismillahirrochmanirrochim
Chapter 5
( Baca jampi-jampi)
Moga pada suka yha! Amieeeeeeen!!!!

@@@@@@

” Kamu udah gila, ya???” Sentak Raka setelah mendengarkan ceritaku. Aku hanya bisa tertunduk. Kakiku masih terasa sangat lemas. Muka Raka tampak sedikit memar, bekas tonjokan bos preman tadi. Segera setelah Raka mengalahkan bos preman itu, mereka –ketiga preman itu- kabur.
” Maaf....” Entah untuk ke berapa kali aku meminta maaf. Raka mendengus sebal. Aku melirik Raka dengan takut takut. Tampak Ia sedang melemaskan pergelangan tangan kanannya yang tadi Ia gunakan untuk menghajar bos preman tadi.
” Aku nggak nyangka kamu bakal lakuin hal sebodoh itu. Kenapa kamu mau keluar malem-malem hanya untuk ngebuktiin apakah aku bohong atau enggak??? Coba kalo aku tadi nggak dateng? Kebayang gimana nasib kamu??” Tanya Raka. Nada marah terasa kentara dalam setiap kalimatnya. Aku hanya diam. Aku tau aku salah. Dan jujur, aku mau berterima kasih padanya. Namun rasa gengsi membuat suaraku sulit keluar. ” Sekarang gimana mau ngejelasin ke ortu kamu...”
” Bilang aja yang sejujurnya....” Kataku pelan. Dapat kurasakan Raka melotot marah ke arahku. Aku menunduk makin dalam.
” Dan membiarkan kamu dimarahi??? Nggak!” Sahut Raka tegas. ” Udahlah. Kita pikirin nanti aja. Lagian Papa sama Mama kamu baru ada urusan bisnis di luar kota, kan??” Lanjut Raka. Aku mengangguk lemah. ” Ya udah. Sekarang kita pulang. Lain kali jangan di ulangi.....” Kata Raka sembari berjalan mendahuluiku. Raka berjalan sambil memegangi lengan kanannya. Tampaknya pergelangannya benar-benar sakit setelah berkelahi tadi.
” Maaf. Aku kan cuman pengen tau , bener nggak sih kamu itu bukanlah Lit... Ah maksudku orang yang mamanggilku dengan sebutan Bella... Aku cuman pengen mendapat jawaban dari pertanyaan yang satu itu, kok....” Kataku lirih.
” Dan sekarang kamu udah dapet jawabannya kan?? Puas?? Kenapa sih kamu nggak milih percaya sama aku dan lebih milih perbuatan berbahaya kayak gini??” Emosi Raka mulai naik lagi. Aku kembali diam. Ya. Aku telah mendapat jawaban apakah benar Raka bukan Little Prince ku seperti yang diakatakan Raka dulu. Benarkah Raka tidak berbohong?? Dan kenyataannya, Raka nggak bohong.
Saat Raka bertarung dengan bos preman itu, aku dapat merasakan punggung itu. Punggung Little Prince yang ku kenal bukanlah seperti itu. Walaupun aku hanya merasakannya dalam mimpi, namun aku yakin. Punggung Little Prince tidak sama dengan punggung Raka. Aku hanya bisa kecewa saat aku sadar, aku belum menemukan orang yang menjadi teka-teki besar dalam hidupku.
” Kamu tahu??? Aku sangat khawatir waktu Bi Sum bilang kamu keluar buat nyari angin. Malam-malam begini, sendirian lagi.” Kata Raka.
” Ya. Aku percaya..” Kataku pelan. Ya. Aku percaya Raka sangat khawatir. Dilihat dari penampilan saja aku sudah tau. Kaus lengan pendek dan celana sebatas lutut. Bukankah itu menandakan Raka tergesa keluar dari rumah??? Bahkan di malam yang dingin ini, tanpa ganti baju lengan panjang atau mengenakan jaket atau menggganti celananya dengan celana panjang, Raka keluar rumah untuk mencariku. Bukankah itu sudah cukup menjadi bukti???
” Maaf udah buat kamu khawatir. Dan..... Makasih atas pertolongannya...” Akhirnya kata yang sempat tertelan oleh gengsi itu keluar juga. Raka menoleh ke arahku lalu tersenyum. Senyum yang entah mengapa terasa manis. Dan saat ini aku tahu mengapa Dita, ratu gosip SMA Global Pop, histeris saat kedatangan Raka. Karena malam ini, Raka terlihat sangat tampan dengan senyum manisnya.

********

” Gimana?? Apa bener dugaanku kalo Raka itu sebenarnya Little Prince kamu???” Tanya Gita menyambut kedatanganku. Aku menggeleng tegas.
” Bukan. Gara-gara kamu. Kemaren aku hampir celaka tau, nggak??” Marahku sambil menunjuk-nunjuk Gita dengan telunjukku. Gita nyengir lebar.
” Itu mah rencana gagal. Siapa suruh rencana gagal kamu turutin??” Balas Gita yang kurasa, tanpa rasa bersalah sedikitpun. Cengiran di wajah gadis itu makin lebar.
” Dasar cewek nggak tanggung jawab!!!!” Marahku sambil memukulkan tas selempangku ke kepala Gita dengan pelan. Gita mngeaduh lalu balas memukul kepalaku dengan buku tulis yang ia bawa. Aku mengernyit heran. Nggak biasanya Gita, cewek tomboy ini membawa buku. Ya. Nggak mbawa doang sih... Setelah memukulku, Gita duduk di depanku dan segera menekuri lembar demi lembar buku itu. Alisku semakin bertatut.
” Tumben Git kamu mau baca buku....” Ceplosku. Gita menoleh lalu tersenyum.
” Woyyadong! Gita kan sedang rajin-rajinnya...” Sahutnya narsis. Aku mendengus meremehkan. Gita kembali tersenyum. Kali ini senyumnya tulus. Bukan senyum jahil seperti tadi. ” Nggak kok, Nay. Ntar kan mau ulangan Fisika....” Kata Gita kemudian lalu berbalik kembali menekuri bukunya, yang bisa kutebak, catatan IPA Fisika.
JEDDERR!!! 
Mampus!!! Gue belum belajar sama sekali!!!!”

********

” Raka??” Panggilku dengan nada bertanya sambil membuka pintu kamar Raka lebih lebar lagi. Namun kamar itu kosong. Dengan langkah mengendap, aku masuk ke kamar Raka. Suara percikan air menjawab pertanyaanku tentang dimana Raka saat ini. Rupanya dia sedang mandi.
Aneh. Rasanya tempat ini begitu bersahabat dan menenangkan. Ada kedamaian yang tersirat dalam kamar ini. Aku memejam. Menghirup udara dalam-dalam hingga kurasa udara kamar ini memenuhi rongga dadaku. Kedamaian itu semakin terasa kental. Dan rasa rindu tiba-tiba hadir. Kenapa? Apa yang kurindukan? Bukankah aku belum pernah memasuki kamar ini?
Aku menggeleng untuk mengabaikan perasaan aneh yang hadir.
’ Hehe! Mumpung orangnya lagi mandi, geledah aja kamarnya sampe puas....’ Pikirku jail. Mataku terantuk sebuah buku yang ada di atas tempat tidur. Kuraih buku itu lalu membuka lembar demi lembar buku itu.
’ Syuut....’ Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba selembar foto jatuh dari salah satu halaman buku Raka. Kututup buku yang ada di tanganku lalu membungkuk mengambil foto yang terjatuh. Bagian belakang foto itu bertuliskan sesuatu
Ardi (7th) Nabil (7th) dan Andika (12th)
” Ngapain lo ada di kamar gue??” Pertanyaan dengan nada marah itu membuatku tersentak. Dengan gugup aku memasukkan foto tadi ke dalam buku Raka. Aku menoleh dengan gugup ke asal suara sembari meletakkan buku itu ke tempatnya.
” Ah... Uh..Enggak... Cuman mau liat buku apa yang biasanya kamu baca...” Bohongku. Raka menatapku dengan mata menyipit. ” Umt... Sepertinya kamu sedang nggak ingin di ganggu. Ya udah. Aku keluar dulu....” Pamitku sebelum Raka lebih curiga lagi terhapapku. Dengan langkah cepat, aku keluar dari kamar Raka.

********

Raka melangkahkan kakinya mendekati ranjang. Di raihnya buku yang baru saja di taruh oleh Nayla. Raka membuka buku itu dan menemukan selipan foto di dalamnya. Raka mengambil foto itu. Foto seorang gadis kecil, seorang laki-laki seumuran, lalu seorang laki-laki yang berumur kira-kira 12 tahun.
Sepertinya dia belum melihat foto ini.....’ Batin Raka sedikit lega. Ditatapnya pintu kamarnya yang baru saja ditutup oleh Nayla. Raka menghembuskan nafasnya. Di letakkannya buku itu ke tempat semula. Raka menghempaskan diri di sebelah buku itu. Matanya mengawang menatap langit-langit kamarnya.
’ Rasanya sulit menyembunyikan sesuatu yang sangat besar seperti ini, Andika...’

********

Ardi (7th) Nabil (7th) dan Andika (12th)
Tulisan dibalik foto tadi terus menghantuiku. Ardi??? Andika??? Siapa mereka??? Kalau Nabil... Itu sudah jelas aku. Seperti penjelasan Raka dulu. Tapi, siapa dua nama lelaki yang lain??
Pertanyaan itu terus mengahantuiku. Apakah salah satu diantara dua lelaki tadi adalah Little Prince ku??? Aku berfikir keras untuk menemukan kedua nama itu dalam memoriku. Namun tampaknya, nama itu sama sekali tak terekam dalam memoriku.

********

” Ma... Nayla boleh tanya nggak??” Setelah berfikir keras, akhirnya aku memutuskan untuk menelfon Mama. Mama memang masih ada di luar kota. Jadi aku hanya bisa menghubunginya via telfon.
” Mama kenal yang namanya Ardi nggak??” Tanyaku setelah mendengar gumaman ’hmm’ keluar dari mulut Mama. Hening sejenak.
” Kenal. Memang kenapa, sayang???” Tanya Mama.
” Emang Ardi itu siapa, Ma??” Tanyaku lagi tanpa menghiraukan pertanyaan Mama.
” Ardi itu nama kecil Raka....” Sahut Mama. Aku manggut-manggut faham. ”Emangnya kenapa sih sayang??” Pertanyaan Mama kembali terdengar dari seberang. Aku menggeleng. Detik berikutnya aku baru sadar Mama tidak dapat melihat gelenganku.
” Nggak. Nggak papa kok, Ma...” Kataku kemudian sambil sedikit merutuki kebodohanku. ” Kalo Mama kenal Ardi berarti Mama kenal Andika???” Tanyaku lagi. Kali ini jedanya lebih lama dibanding saat aku menanyakan tentang Ardi. ” Ma???” Panggilku untuk memastikan Mama masih ada di seberang sana.
” Darimana kamu dapat nama itu??” Aku tersentak saat nada bicara Mama tiba-tiba terdengar marah. Kental sekali kemarahan yang dapat kutangkap dari nada bicara Mama. Kenapa Mama harus marah?? Apa nama Andika begitu membuat Mama marah??? ” Nayla! Mama tanya darimana kamu dapat nama itu??” Ulang Mama. Kali ini lebih keras. Aku tersentak. Kenapa jadi aku yang dimarahi??
” Ng.. Nggak dari mana-mana, Ma...” Sahutku sedikit gugup. Dalam hati aku berdoa semoga Mama percaya. Namun, sepertinya Mama tak semudah itu untuk percaya. Terbukti dengan kalimat Mama yang kudengar selanjutnya
” Nggak mungkin nggak dari mana-mana. Apa Raka yang ngasih tau kamu nama itu??” Tanya Mama. Terdengar lebih marah lagi. Aku jadi takut sendiri. Bagaimana mungkin hanya sebuah nama bisa membuat Mama semarah sekarang?? Apalagi aku tak pernah, lebih tepatnya belum pernah, mendengar nada bicara Mama yang mengandung kemarahan sebesar ini.
” Bukan kok, Ma...” Kataku lalu menceritakan semuanya kepada Mama. Tentang aku yang diam-diam memasuki kamar Raka, menemukan buku yang tergeletak diatas tempat tidur, mengambilnya, dan menemukan sebuah foto yang bertuliskan nama 3 orang di belakangnya.
Dapat kudengar Mama menghela nafas lega selepas aku bercerita. Aku mengernyit heran.
” Lain kali kamu tidak boleh memasuki kamar Raka secara sembarangan lagi” Kata Mama dengan nada yang mulai melunak.
” Lalu??? Siapa Andika???” Tanyaku mengembalikan ke pokok pembicaraan.
” Dia orang yang nggak penting. Sudah! Kamu lupakan saja dia! Orang yang tidak mengenal kata terima kasih tak boleh di ingat. Anggap kamu tidak pernah mengenal nama itu. OK, Dear???” Tanya Mama.
” Ok, Ma...” Klik. Sambungan telfon terputus. Aku menatap layar ponselku dengan tatapan heran. Orang nggak penting, nggak boleh di ingat, dan nggak tau terima kasih?? Tapi, kenapa sepertinya orang itu berharga bagi Mama??? Siapa sebenarnya Andika??? Apakah dia Little Prince ku???

@@@@@@

Nah....
Aku nepatin janjiku di chapter 4 dulu
Ada nama baru kan di chapter ini ( tertawa puas )
Di chapter 6 nanti ( yang nggak tau mau di pos in kapan )
Insya Allah aku akan menyelipkan sedikit masa lalu Nayla....
Ada yang mau nunggu nggak???

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -