- Back to Home »
- cerpen »
- MLP -chapter 4-
Posted by : Annisa Nur PS
Rabu, 09 Juli 2014
And....That is chapter 4!!!!
Akhirnya setelah lama pending akhirnya cerbung ini muncul juga.
Masih ada yang penasaran kelanjutan ceritanya nggak???
Nggak ada???
Yaudah lah!
Hope you like it!!
@@@@@@
“ Nayla sayang… Bangun…” Kurasakan sepasang tangan menggoyang-nggoyangkan tubuhku. Aku hanya menggeliat sebentar lalu kembali tenang. Samar, kudengar desahan Mama. Aku mengintip. Mama tersenyum melihat mataku sedikit terbuka. Namun, aku kembali menutup mataku yang membuat Mama kembali mengguncang-ngguncang tubuhku dengan penuh kasih.
” Udah jam 6.00 lho, Nayla... Kamu nggak sekolah?? Bukannya kamu mau di jemput sama temen kamu yang wakil ketua OSIS itu???” Tanya Mama lagi yang membuat mataku segera terbuka lebar. Segera ku sibakkan selimutku dan segera berlari ke kamar mandi dengan handuk yang menggantung di pundakku. Aku mandi dengan tergesa gesa mengingat aku belum sarapan dan waktu semakin mepet.
********
” Huwaaaaaa.... Ngantuk...” Keluhku sambil meletakkan kepala ku di atas meja. Gita menoleh ke belakang dengan tatapan khasnya, tatapan mencela. Aku tersenyum menanggapi tatapan itu. Detik berikutnya, aku menguap lebar. Tangan kiriku sibuk menutup mulutku sementara tangan kananku kuregangkan. Khas orang ngantuk banget.
” Lo tu kemaren tidur jam berapa sih??” Tanya Gita sengit. Aku mengingat-ingat namun tak terlintas jam berapa aku tidur semalam. Lalu aku ingat Raka. Tentang Druva, dan Ardi... Siapa Ardi???
” Nggak tau. Kemaren aku.... kayaknya kemaren malem aku pingsan deh...” Kataku ragu. Gita melongo menatapku. Tatapan cengo itu hanya kubalas dengan ringisan kecil.
” Apa?? Pingsan??” Tanya Mala sambil duduk di mejaku. Aku mengangkat kepalanku menatapnya dengan pandangan khas Gita.
” Paan sih?? Masak duduk di meja??” Cercaku. Mala malah tidak peduli.
” Laper... Kantin yuk!” Ajak Mala dengan manja. Aku mendesah kecil walau akhirnya ku iyakan juga ajakan Mala.
” Tan... Kantin yuk..” Ajakku pada Intan yang masih asyik membaca. Intan menutup bukunya lalu mengangguk. Kami pun pergi ke kantin.
********
” Eh, boleh gabung nggak???” Tanya seseorang. Kami menoleh dan mendapati sosok Gilang di samping meja kami. Aku segera tersenyum lalu mengangguk.
” Gabung aja..” Kataku kemudian. Gilang menarik kursi yang ada di sebelahku dan mendudukinya.
” Jadi, si Raka yang keren itu temen masa kecil kamu??” Tanya Mala kembali menyinggung pembicaraan kami tadi. Kulirik Gilang. Tampak, Gilang sedang mengerutkan dahi heran.
” Ya... Gitu deh,,,,” Sahutku singkat sambil kembali meyeruput es teh manis di depanku. Pesanan Gilang datang. Gilang segera menerimanya dan menaruhnya di depannya.
” Raka?? Raka yang sekelas sama aku itu??” Tanya Gilang memastikan. Tanpa menoleh, aku mengangguk. Kulririk, Gilang tampak kerutan di dahinya bertambah. Menandakan tingkat herannya pun bertamabah. Apalagi gerakan tangannya dalam menyuapkan bakso ke mulutnya terhenti. Menambah kesan bahwa Ia sama sekali tidak tau dan sekarang dia ingin tau.
” Bukannya kamu bilang dia sepupu kamu??” Tanya Gilang sambil kembali menaruh sendoknya ke dalam mangkuk. Aku menggeleng lalu nyengir lebar.
” Bukan. Aku udah bohong. Maaf yah...” Sahutku sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada.
” Kenapa harus bohong??” Tanya Gilang heran. Aku menatapnya dengan tatapan meminta maaf. Cengiran lebar tercipta di wajahku detik berikutnya.
” Maaf..... Abis kan aneh kalo aku ngaku dia temenku. Padahal dia nginep di rumahku. Jadi, aku akuin aja kalo dia sepupuku.....” Jelasku kemudian sambil menyambar gelas berisi es lemontea di depanku dan menyeruput isinya sedikit.
” Oh.... Kirain karena ada hubungan istimewa di antara kalian dan harus di sembunyikan....” Kata Gilang dengan nada bercanda.
” Ya nggak lah! Hubungan istimewa apanya?????” Balasku. Gilang mengangguk kecil. Tampak sekali kelegaan dari wajahnya yang entah karena apa. Aku sendiri memilih untuk tidak memperhatikan Gilang dan lebih memilih sibuk dengan makananku.
********
” Cowok... Lagi nggak ada kerjaan, ya???” Tanyaku berusaha ramah pada Raka. Sebenarnya aku malas melakukan ini. Namun mau bagaimana lagi? Aku butuh dia untuk menjelaskan siapa yang memanggilku dengan sebutan Bella.
Raka mengalihkan pandangan dari majalah yang sedang dibacanya. Dahinya berkerut saat menatapku.
” Tumben ramah....” Katanya cuek sambil kembali membaca majalahnya. Aku mendengus sebal mendengar kalimatnya barusan. Tumben? Aku kan emang baik hati, ramah dan tidak sombong. Kecuali kalo ama dia. Tensiku langsung naik kalo sama dia. Entah kenapa. Padahal kan baru beberapa hari ini aku kenal dia. Masak bisa langsung sebel? Au ah! Sebodo.
” Ihh!! Jutek salah. Ramah salah. Trus aku harus gimana?”
” Bukan gitu, CEWEK..... Aku cuman heran aja. Kenapa kamu tumben-tumbenann ramah sama aku...” Sahut Raka dengan nada menyindir. ” Pasti ada udang di balik batu, kan?” Lanjut Raka.
” Iyya! Aku ngaku! Aku pengen tau siapa yang manggil aku dengan sebutan Bella!” Kataku kesal. Dapat kulihat kegiatan Raka terhenti.
” Udah kubilang nanti kamu akan tau sendiri, kan?” Balas Raka.
” Tapi aku maunya sekarang, bukan nanti”
” Terserah!” Raka bangkit dari duduknya dan segera pergi ke kamarnya. Tak dihiraukannya aku yang berteriak memanggil namanya.
********
” Gimana kabarnya Little Prince mu???” Tanya Gita saat aku baru datang. Aku hanya nyengir pasrah. Ku letakkan tasku dengan kasar ke atas meja lalu duduk. Gita mengernyit heran menatapku. Kuedarkan pandanganku ke seluruh sudut kelas. Tak kutemui sosok Mala maupun Intan.
” Mala ma Intan belum dateng ya, Git??” Tanyaku. Gita mengedikkan bahu singkat sebelum akhirnya Ia kembali ke pokok pembicaraan.
” Belum. Emang belum ada titik terang? Nggak tanya ama Raka aja yang katanya teman masa kecil kamu??” Tanya Gita. Aku menggeleng lemah.
” Au. Dia kutanya nggak mau jawab. Katanya aku bakalan tau sendiri...”
” Huh! Kasihan amat Lu....” Ledek Gita. Mataku menyipit menatapnya seolah mengatakan Tega-Lu-!. ” Apa jangan-jangan dia Little Prince mu???” Tebak Gita. Aku segera menggeleng keras menanggapi tebakan Gita barusan. Salah besar, Non!
” Nggak. Dia bilang bukan dia yang manggil aku dengan sebutan Bella....” Kataku sembari mengangkat kepalaku yang sedari tadi ku tumpukan pada kedua lenganku yang terjalin. Gita duduk di atas meja. Kebiasaannya kalau sedang berlagak jadi detektif.
” Kali aja dia bohong....”
” Kali. Tapi kurasa enggak. Aku nemuin nama baru di masa laluku. ARDI. Dan kurasa Ardi itu dia. Jadi mana mungkin dia Little Prince ku?? Lagian, mana ada sih Prince yang sikapnya kayak gitu???” Tanyaku. Dalam benakku terbayang kelakuan Raka. Gita mengangguk.
” Emang kamu tau nama Little Prince mu??” Tanya Gita. Aku mengernyit sebelum akhirnya menggeleng. Lalu kembali mengernyit saat melihat seulas senyum mampir di wajah Gita.
” Iyya juga, ya? Aku nggak tau nama Little Prince ku. Ah! Tapi nggak mungking dia Little Prince ku.....” Aku menggeleng untuk menegaskan pada diriku sendiri bahwa dia bukanlah Little Prince yang sering hadir di mimpiku.
” Mungkin aja. Kita buktikan. Ntar kalo kamu udah inget semuanya, kamu akan mengetahui siapa Little Prince mu...” Kata Gita. Aku kembali menumpukan kepalaku di atas kedua lenganku yang dilipat. ’ Inget semuanya ’. Ah.... Kenapa kata-kata itu seakan menjadi sebuah beban yang berat untukku??? Kenapa aku nggak inget masa kecil sampai masa kelas 6 SD ku? Kata Mama, aku pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkanku hilang ingatan. Andai aku bisa ingat semuanya. Semua tak akan serumit ini.
” Kita buktiin aja.”
” Gimana caranya???” Tanyaku. Gita membuat gerakan mendekat dengan tangannya. Aku mendekat. Gita membisikkan sesuatu ke telingaku.
” Ah! Iya! Kenapa nggak kepikir???” Seruku spontan. ” Tapi.... Aku masih penasaran dengan yang dimaksud ’itu’ oleh Mama dan Raka....” Lirihku. Gita turun dari meja lalu duduk di sebelahku.
” Itu??” Tanyanya ” Itu apa??” Tanya Gita.
” Hari pertama Raka ke rumah, Mama sama Raka ngomongin hal tersembunyi. Di dalam pembicaraan mereka, samar-samar aku mendengar kata ’itu’. Kata yang tabu untuk disebut –sepertinya-. Kata yang sangat dirahasiakan oleh Mama dan Raka. Tapi entah apa yang dimaksud dengan ’itu’, sampai sekarang aku belum tahu....” Jelasku. Gita manggut-manggut.
” Temen-temen!!!” Teriakan itu segera saja menggema ke seluruh sudut kelas. Suara cempreng yang tak karu-karuan. Siapa lagi kalo bukan Mala yang doyan teriak-teriak pagi-pagi begini?? ” Pagi semua.....” Sapanya nyaring ke seluruh penghuni kelas yang sudah hadir. Di belakangnya, tampak sosok gadis berkacamata membawa buku tebal yang diapit diantara lengan dan pinggulnya. Ini dia Intan.
” Nggak usah lebay napa???” Tanya Gita tajam. Cep! Seketika itu juga Mala yang sepertinya masih ingin nyerocos lebih banyak lagi diam. Bibirnya melengkung ke bawah. Aku tertawa melihat Mala yang cerewet langsung diam begitu mendapat tatapan tajam dari Gita.
” Pagi Gita, Nayla....” Sapa Intan sambil tersenyum tipis lalu duduk di meja depanku dan Gita. Di sela-sela tawaku yang belum berhenti karena melihat wajah Mala, aku membalas sapaan Intan. Sementara anak itu mulai sibuk dengan bukunya. Aku kadang kadang heran. Jangan jangan Intan mulai terkena penyakit kutu buku akut?? Ah! Mana ada penyakit seperti itu??
” Nayla jahat!!! Masak temannya menderita malah di ketawain??” Protes Mala.
” Yee! Sejak kapan kita temenan???” Godaku
” Nayla!!!!!” Jeritan Mala membahana di seluruh sudut kelas. Namun tak ada satupun yang merasa terganggu. Karena inilah Mala. Terkenal sebagai cewek ter uptodate di geng kami. Paling cerewet bila dibangding aku, Gita dan Intan.
********
” Hallo neng.... Kok sendirian. Ini kan udah malem. Bahaya lho kalo cewek malem-malem jalan sendirian....” Godaan itu mampir di telingaku saat aku melewati pos ronda yang terkenal sering menjadi pangkalan para preman. Aku memilih untuk cuek dan melanjutkan jalanku. Ya. Inilah rencana Gita. Membuatku merasakan kejadian dimana aku dilindungi oleh seorang cowok. Awalnya aku ragu. Namun karena rasa penasaranku begitu besar, aku turuti rencana Gita. Dan sekarang aku menyesal. Karena ternyata bahayanya lebih besar daripada rasa penasaranku.
” Kok diem aja neng??? Sombong nih, ye???” Goda salah seorang preman lagi. Aku menelan ludah. Takut. Malam-malam, cewek jalan seorang diri. Digodain preman lagi! Siapa sih cewek yang nggak takut???
” Abang temenin ya neng..??” Tawar seorang preman gundul yang memakai sekitar 3 anting di telinga kiri dan lebih banyak tindikan di telinga kanan. Aku tetap diam. Namun, preman gundul tadi meraih tanganku. Segera aku menyentakkan tanganku.
” Nggak usah!” Ups! Aku salah! Preman itu marah. Dua temannya bahkan bangkit dari duduk dan mendekat ke arah kami.
” Sombong amat, neng???” Tanya preman gundul tadi terlihat marah. Aku menunduk dalam. Ketakutanku terasa semakin memuncak.
” WOY!!! JANGAN GANGGU DIA!!!!!” Terdengar teriakan dari sbeberang jalan. Serentak aku dan ketiga preman tadi menoleh ke asal suara. Laki-laki itu berdiri di ujung sana. Dengan mengenakan kaus tipis dan celana sebatas lutut. Raka. Raka berlari ke arahku sembari bersiap menerjang ketiga preman itu.
” Mana bos kalian??” Tantang Raka. Salah satu dari ketiga preman itu maju. Dia mengaku kalau dialah bosnya. Si gundul yang tadi menggodaku.
“ Mundur, Nay...” Kata Raka sambil merentangkan tangannya, menyuruhku untuk tidak mendekat, sekaligus melindungiku. Aku menurut. Saat Raka mulai bertarung dengan bos preman itu, aku hanya dapat melihat. Melihat punggung Raka yang bertarung demi aku. Aku terduduk lemas. Air mataku meluncur deras. Saat ini juga, dapat kurasakan apakah punggung itu sama dengan punggung Little Prince yang selalu melindungiku. Little Prince yang selalu membuatku penasaran. Dan punggung itu......
@@@@@@
Wakakakaka...
Ancur dah!
Eh, BTW....
Bener nggak yha Raka itu Little Prince yang Nayla cari selama ini?????
Eh....Di chapter 5 nanti akan muncul nama baru.
Tunggu yha!
Akhirnya setelah lama pending akhirnya cerbung ini muncul juga.
Masih ada yang penasaran kelanjutan ceritanya nggak???
Nggak ada???
Yaudah lah!
Hope you like it!!
@@@@@@
“ Nayla sayang… Bangun…” Kurasakan sepasang tangan menggoyang-nggoyangkan tubuhku. Aku hanya menggeliat sebentar lalu kembali tenang. Samar, kudengar desahan Mama. Aku mengintip. Mama tersenyum melihat mataku sedikit terbuka. Namun, aku kembali menutup mataku yang membuat Mama kembali mengguncang-ngguncang tubuhku dengan penuh kasih.
” Udah jam 6.00 lho, Nayla... Kamu nggak sekolah?? Bukannya kamu mau di jemput sama temen kamu yang wakil ketua OSIS itu???” Tanya Mama lagi yang membuat mataku segera terbuka lebar. Segera ku sibakkan selimutku dan segera berlari ke kamar mandi dengan handuk yang menggantung di pundakku. Aku mandi dengan tergesa gesa mengingat aku belum sarapan dan waktu semakin mepet.
********
” Huwaaaaaa.... Ngantuk...” Keluhku sambil meletakkan kepala ku di atas meja. Gita menoleh ke belakang dengan tatapan khasnya, tatapan mencela. Aku tersenyum menanggapi tatapan itu. Detik berikutnya, aku menguap lebar. Tangan kiriku sibuk menutup mulutku sementara tangan kananku kuregangkan. Khas orang ngantuk banget.
” Lo tu kemaren tidur jam berapa sih??” Tanya Gita sengit. Aku mengingat-ingat namun tak terlintas jam berapa aku tidur semalam. Lalu aku ingat Raka. Tentang Druva, dan Ardi... Siapa Ardi???
” Nggak tau. Kemaren aku.... kayaknya kemaren malem aku pingsan deh...” Kataku ragu. Gita melongo menatapku. Tatapan cengo itu hanya kubalas dengan ringisan kecil.
” Apa?? Pingsan??” Tanya Mala sambil duduk di mejaku. Aku mengangkat kepalanku menatapnya dengan pandangan khas Gita.
” Paan sih?? Masak duduk di meja??” Cercaku. Mala malah tidak peduli.
” Laper... Kantin yuk!” Ajak Mala dengan manja. Aku mendesah kecil walau akhirnya ku iyakan juga ajakan Mala.
” Tan... Kantin yuk..” Ajakku pada Intan yang masih asyik membaca. Intan menutup bukunya lalu mengangguk. Kami pun pergi ke kantin.
********
” Eh, boleh gabung nggak???” Tanya seseorang. Kami menoleh dan mendapati sosok Gilang di samping meja kami. Aku segera tersenyum lalu mengangguk.
” Gabung aja..” Kataku kemudian. Gilang menarik kursi yang ada di sebelahku dan mendudukinya.
” Jadi, si Raka yang keren itu temen masa kecil kamu??” Tanya Mala kembali menyinggung pembicaraan kami tadi. Kulirik Gilang. Tampak, Gilang sedang mengerutkan dahi heran.
” Ya... Gitu deh,,,,” Sahutku singkat sambil kembali meyeruput es teh manis di depanku. Pesanan Gilang datang. Gilang segera menerimanya dan menaruhnya di depannya.
” Raka?? Raka yang sekelas sama aku itu??” Tanya Gilang memastikan. Tanpa menoleh, aku mengangguk. Kulririk, Gilang tampak kerutan di dahinya bertambah. Menandakan tingkat herannya pun bertamabah. Apalagi gerakan tangannya dalam menyuapkan bakso ke mulutnya terhenti. Menambah kesan bahwa Ia sama sekali tidak tau dan sekarang dia ingin tau.
” Bukannya kamu bilang dia sepupu kamu??” Tanya Gilang sambil kembali menaruh sendoknya ke dalam mangkuk. Aku menggeleng lalu nyengir lebar.
” Bukan. Aku udah bohong. Maaf yah...” Sahutku sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada.
” Kenapa harus bohong??” Tanya Gilang heran. Aku menatapnya dengan tatapan meminta maaf. Cengiran lebar tercipta di wajahku detik berikutnya.
” Maaf..... Abis kan aneh kalo aku ngaku dia temenku. Padahal dia nginep di rumahku. Jadi, aku akuin aja kalo dia sepupuku.....” Jelasku kemudian sambil menyambar gelas berisi es lemontea di depanku dan menyeruput isinya sedikit.
” Oh.... Kirain karena ada hubungan istimewa di antara kalian dan harus di sembunyikan....” Kata Gilang dengan nada bercanda.
” Ya nggak lah! Hubungan istimewa apanya?????” Balasku. Gilang mengangguk kecil. Tampak sekali kelegaan dari wajahnya yang entah karena apa. Aku sendiri memilih untuk tidak memperhatikan Gilang dan lebih memilih sibuk dengan makananku.
********
” Cowok... Lagi nggak ada kerjaan, ya???” Tanyaku berusaha ramah pada Raka. Sebenarnya aku malas melakukan ini. Namun mau bagaimana lagi? Aku butuh dia untuk menjelaskan siapa yang memanggilku dengan sebutan Bella.
Raka mengalihkan pandangan dari majalah yang sedang dibacanya. Dahinya berkerut saat menatapku.
” Tumben ramah....” Katanya cuek sambil kembali membaca majalahnya. Aku mendengus sebal mendengar kalimatnya barusan. Tumben? Aku kan emang baik hati, ramah dan tidak sombong. Kecuali kalo ama dia. Tensiku langsung naik kalo sama dia. Entah kenapa. Padahal kan baru beberapa hari ini aku kenal dia. Masak bisa langsung sebel? Au ah! Sebodo.
” Ihh!! Jutek salah. Ramah salah. Trus aku harus gimana?”
” Bukan gitu, CEWEK..... Aku cuman heran aja. Kenapa kamu tumben-tumbenann ramah sama aku...” Sahut Raka dengan nada menyindir. ” Pasti ada udang di balik batu, kan?” Lanjut Raka.
” Iyya! Aku ngaku! Aku pengen tau siapa yang manggil aku dengan sebutan Bella!” Kataku kesal. Dapat kulihat kegiatan Raka terhenti.
” Udah kubilang nanti kamu akan tau sendiri, kan?” Balas Raka.
” Tapi aku maunya sekarang, bukan nanti”
” Terserah!” Raka bangkit dari duduknya dan segera pergi ke kamarnya. Tak dihiraukannya aku yang berteriak memanggil namanya.
********
” Gimana kabarnya Little Prince mu???” Tanya Gita saat aku baru datang. Aku hanya nyengir pasrah. Ku letakkan tasku dengan kasar ke atas meja lalu duduk. Gita mengernyit heran menatapku. Kuedarkan pandanganku ke seluruh sudut kelas. Tak kutemui sosok Mala maupun Intan.
” Mala ma Intan belum dateng ya, Git??” Tanyaku. Gita mengedikkan bahu singkat sebelum akhirnya Ia kembali ke pokok pembicaraan.
” Belum. Emang belum ada titik terang? Nggak tanya ama Raka aja yang katanya teman masa kecil kamu??” Tanya Gita. Aku menggeleng lemah.
” Au. Dia kutanya nggak mau jawab. Katanya aku bakalan tau sendiri...”
” Huh! Kasihan amat Lu....” Ledek Gita. Mataku menyipit menatapnya seolah mengatakan Tega-Lu-!. ” Apa jangan-jangan dia Little Prince mu???” Tebak Gita. Aku segera menggeleng keras menanggapi tebakan Gita barusan. Salah besar, Non!
” Nggak. Dia bilang bukan dia yang manggil aku dengan sebutan Bella....” Kataku sembari mengangkat kepalaku yang sedari tadi ku tumpukan pada kedua lenganku yang terjalin. Gita duduk di atas meja. Kebiasaannya kalau sedang berlagak jadi detektif.
” Kali aja dia bohong....”
” Kali. Tapi kurasa enggak. Aku nemuin nama baru di masa laluku. ARDI. Dan kurasa Ardi itu dia. Jadi mana mungkin dia Little Prince ku?? Lagian, mana ada sih Prince yang sikapnya kayak gitu???” Tanyaku. Dalam benakku terbayang kelakuan Raka. Gita mengangguk.
” Emang kamu tau nama Little Prince mu??” Tanya Gita. Aku mengernyit sebelum akhirnya menggeleng. Lalu kembali mengernyit saat melihat seulas senyum mampir di wajah Gita.
” Iyya juga, ya? Aku nggak tau nama Little Prince ku. Ah! Tapi nggak mungking dia Little Prince ku.....” Aku menggeleng untuk menegaskan pada diriku sendiri bahwa dia bukanlah Little Prince yang sering hadir di mimpiku.
” Mungkin aja. Kita buktikan. Ntar kalo kamu udah inget semuanya, kamu akan mengetahui siapa Little Prince mu...” Kata Gita. Aku kembali menumpukan kepalaku di atas kedua lenganku yang dilipat. ’ Inget semuanya ’. Ah.... Kenapa kata-kata itu seakan menjadi sebuah beban yang berat untukku??? Kenapa aku nggak inget masa kecil sampai masa kelas 6 SD ku? Kata Mama, aku pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkanku hilang ingatan. Andai aku bisa ingat semuanya. Semua tak akan serumit ini.
” Kita buktiin aja.”
” Gimana caranya???” Tanyaku. Gita membuat gerakan mendekat dengan tangannya. Aku mendekat. Gita membisikkan sesuatu ke telingaku.
” Ah! Iya! Kenapa nggak kepikir???” Seruku spontan. ” Tapi.... Aku masih penasaran dengan yang dimaksud ’itu’ oleh Mama dan Raka....” Lirihku. Gita turun dari meja lalu duduk di sebelahku.
” Itu??” Tanyanya ” Itu apa??” Tanya Gita.
” Hari pertama Raka ke rumah, Mama sama Raka ngomongin hal tersembunyi. Di dalam pembicaraan mereka, samar-samar aku mendengar kata ’itu’. Kata yang tabu untuk disebut –sepertinya-. Kata yang sangat dirahasiakan oleh Mama dan Raka. Tapi entah apa yang dimaksud dengan ’itu’, sampai sekarang aku belum tahu....” Jelasku. Gita manggut-manggut.
” Temen-temen!!!” Teriakan itu segera saja menggema ke seluruh sudut kelas. Suara cempreng yang tak karu-karuan. Siapa lagi kalo bukan Mala yang doyan teriak-teriak pagi-pagi begini?? ” Pagi semua.....” Sapanya nyaring ke seluruh penghuni kelas yang sudah hadir. Di belakangnya, tampak sosok gadis berkacamata membawa buku tebal yang diapit diantara lengan dan pinggulnya. Ini dia Intan.
” Nggak usah lebay napa???” Tanya Gita tajam. Cep! Seketika itu juga Mala yang sepertinya masih ingin nyerocos lebih banyak lagi diam. Bibirnya melengkung ke bawah. Aku tertawa melihat Mala yang cerewet langsung diam begitu mendapat tatapan tajam dari Gita.
” Pagi Gita, Nayla....” Sapa Intan sambil tersenyum tipis lalu duduk di meja depanku dan Gita. Di sela-sela tawaku yang belum berhenti karena melihat wajah Mala, aku membalas sapaan Intan. Sementara anak itu mulai sibuk dengan bukunya. Aku kadang kadang heran. Jangan jangan Intan mulai terkena penyakit kutu buku akut?? Ah! Mana ada penyakit seperti itu??
” Nayla jahat!!! Masak temannya menderita malah di ketawain??” Protes Mala.
” Yee! Sejak kapan kita temenan???” Godaku
” Nayla!!!!!” Jeritan Mala membahana di seluruh sudut kelas. Namun tak ada satupun yang merasa terganggu. Karena inilah Mala. Terkenal sebagai cewek ter uptodate di geng kami. Paling cerewet bila dibangding aku, Gita dan Intan.
********
” Hallo neng.... Kok sendirian. Ini kan udah malem. Bahaya lho kalo cewek malem-malem jalan sendirian....” Godaan itu mampir di telingaku saat aku melewati pos ronda yang terkenal sering menjadi pangkalan para preman. Aku memilih untuk cuek dan melanjutkan jalanku. Ya. Inilah rencana Gita. Membuatku merasakan kejadian dimana aku dilindungi oleh seorang cowok. Awalnya aku ragu. Namun karena rasa penasaranku begitu besar, aku turuti rencana Gita. Dan sekarang aku menyesal. Karena ternyata bahayanya lebih besar daripada rasa penasaranku.
” Kok diem aja neng??? Sombong nih, ye???” Goda salah seorang preman lagi. Aku menelan ludah. Takut. Malam-malam, cewek jalan seorang diri. Digodain preman lagi! Siapa sih cewek yang nggak takut???
” Abang temenin ya neng..??” Tawar seorang preman gundul yang memakai sekitar 3 anting di telinga kiri dan lebih banyak tindikan di telinga kanan. Aku tetap diam. Namun, preman gundul tadi meraih tanganku. Segera aku menyentakkan tanganku.
” Nggak usah!” Ups! Aku salah! Preman itu marah. Dua temannya bahkan bangkit dari duduk dan mendekat ke arah kami.
” Sombong amat, neng???” Tanya preman gundul tadi terlihat marah. Aku menunduk dalam. Ketakutanku terasa semakin memuncak.
” WOY!!! JANGAN GANGGU DIA!!!!!” Terdengar teriakan dari sbeberang jalan. Serentak aku dan ketiga preman tadi menoleh ke asal suara. Laki-laki itu berdiri di ujung sana. Dengan mengenakan kaus tipis dan celana sebatas lutut. Raka. Raka berlari ke arahku sembari bersiap menerjang ketiga preman itu.
” Mana bos kalian??” Tantang Raka. Salah satu dari ketiga preman itu maju. Dia mengaku kalau dialah bosnya. Si gundul yang tadi menggodaku.
“ Mundur, Nay...” Kata Raka sambil merentangkan tangannya, menyuruhku untuk tidak mendekat, sekaligus melindungiku. Aku menurut. Saat Raka mulai bertarung dengan bos preman itu, aku hanya dapat melihat. Melihat punggung Raka yang bertarung demi aku. Aku terduduk lemas. Air mataku meluncur deras. Saat ini juga, dapat kurasakan apakah punggung itu sama dengan punggung Little Prince yang selalu melindungiku. Little Prince yang selalu membuatku penasaran. Dan punggung itu......
@@@@@@
Wakakakaka...
Ancur dah!
Eh, BTW....
Bener nggak yha Raka itu Little Prince yang Nayla cari selama ini?????
Eh....Di chapter 5 nanti akan muncul nama baru.
Tunggu yha!
Popular Post
-
Taman Siswa P erguruanku Hiduplahmu S emerdekanya Taman Siswa J antung H atiku Bersinarlah S emulianya Dari Barat S ampai ke Ti...
-
Entah kenapa nemu tulisan ini di catatan gue pas jaman-jaman MTs. Sumpeh ini galao abis. Entah kapan pula gue nulis beginian. Nggak tau pula...
-
Tirakatan adalah tradisi unik yang khas ditemui di Jawa dan Bali. Tradisi ini tidak ada kaitannya dengan suatu paham religiusitas tertentu ...