Posted by : Annisa Nur PS Selasa, 08 April 2014

Tiga hari adalah waktu yang panjang untuk menjalani segala aktivitas bersama teman sebaya, senasib, dan seperjuangan. Apalagi saat rintangan dan tantangan itu mendatangi kita. Tak ada yang tahu, apakah kita akan melaluinya dengan suka atau duka. Apakah egois atau gotong-royong. Perjalanan panjang yang kita lalui ini akan menjadikan kita makin erat. Lelah, itu pasti. Terlelap, itu lebih pasti. Namun, kita tetap saling menjaga satu sama lain. Saling pengertian, jangan ditanya. Intinya kebersamaan.



Kami terdiri dari 3 kloter, yakni 2 kloter besar dan 1 kloter. Biarpun kami terpisah menjadi 2 kloter, yang penting tujuan kami sama. Membentuk persahabatan yang erat. Dalam perjalanan itu diwarnai dengan hal-hal yang tak terduga. Kalian pasti bisa menduga-duganya. Terutama di tempat exclusive ini. Di tempat ini banyak orang-orang yang tak pernah menyuarakan suaranya. Tapi aku yakin, jika kita bisa berteriak, pasti semua akan hancur. Satu jam telah berlalu dengan sangat melelahkan. Dipastikan hanya pemimpin yang masih sadar, alias kita udah di dunia lain. Salah bantal? Encok? Pegel? Jangan ditanya. Kita dipastikan berhenti lama. Kita yakin, akan lebih capek dalam hal ini. Terik lumayan menghantam kepala kami. Dipastikan kami akan bosan dalam tempat ini. Namun, tanpa terikpun, baju kami tak akan kering.

Saat perjalanan itulah, aku merasakan suatu hal yang mengganjal. Bagaimana caranya agar mereka bisa berubah tanpa menyinggung perasaannya? Saat itu juga, aku merasa bahwa akulah yang harusanya bertindak dalam hal itu. Mirisnya hidup ini. Namun bagaimana caranya? Itu yang kulihat di sepanjang perjalanan tadi. Dari sinilah aku mengerti akan artinya perjalanan mata dan hati.

Kloter kami tiba di tujuan dengan selamat dan paling awal. Sesuap dua suap nasi kami makan demi mengisi perut kami. Tiba-tiba, ada kejadian yang tak terduga. Ada satu kendaraan yang tak bisa berjalan di karenakan salah satu rodanya masuk kedalam lubang. Dan! Yak! Kami berhasil melakukannya. Menyelamatkan roda itu dari lubang. Memang, yang namanya kerjasama tak akan tertandingi. Kau tahu, aku masih lapar. Aku tahu, teman-teman ku rela menungguku. Kuselesaikan makanku dengan lahapnya, karena kamu sedang ditunggu oleh dua orang yang akan membawa kami menuju tempat yang tak akan kami duga-duga.

Jalanan yang menanjak dan tiba-tiba menurun dengan dahsyatnya. Membutuhkan banyak tenaga. Dengan barang yang lumayan berat. Kami yakin kami bisa. Biarpun lelah, naum ada hiburan yang membuat kami tetap kuat. Pemandangan. Yak, pemandangan ini membuat hati kami terasa sejuk. Membuat diri ini kagum. Bersyukur atas nikmat mata yang masih bisa melihat pemandangan walau minus. Bersyukur atas nikmat kulit yang masih dapat merasakan kesejukan udara ini. Tak disangka kami ditempatkan disini.

Sholat. Kami tak ada melupakan kewajiban kami sebagai seorang muslim/ah. Dingin kurasakan. Namun, matahari masih menunjukkan teriknya. Inilah rahasia Sang Pencipta yang harus kita sadarai. Air juga terus mengalir tanpa henti dengan jernihnya. Padahal kita tahu, diujung sana masih ada yang kekurangan air untuk memenuhi kebutuhannya. Lagi-lagi kita harus bersyukur. Ingat terus bersyukur!

Aku dan temanku ditempatkan dalam suatu ruangan yang lumayan nyaman. Apapun yang diberikan, kami tetap bersyukur atas ini. Tahukah kalian, kami sedikit kaget akan kejadian itu. Kejadian yang tak terduga. Tapi itu kayaknya udah jadi kebiasaan rakyat disana. Jadi, kita memakluminya. Ruang ini kecil, namun rapih. Kami segera menata barang-barang, mandi, dan istirahat. Persiapan untuk kegiatan selanjutnya.

Ini kali pertamanya aku merasakan kebebasan. Kebebasanjiwa dan raga. Namun, aku tetep merasa kesepian. Mengapa? Entahlah, namanya juga perasaan. Kalau dihitung-hitung, kayaknya aku punya banyak liabilitas disini. Rasanya ingin membantu. Tapi, apanya yang dibantu?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -