Posted by : Annisa Nur PS Sabtu, 12 April 2014

Awal yang berharga. Dengan bangga kami singgah ditempat ini. Perjalanan panjang ternyata masih kami tempuh. Sesampainya di tujuan, kami beristirahat sejenak. Hanya 13 orang. Menunggu 100 orang lainnya yang dalam perjalanan. Canda tawa ria, kami tumpahkan di serambi masjid ini. 2 jam kemudian mereka menyusul kami. Senang rasanya, bisa sampai dengan selamat. Setelah aku hitung-hitung, ternyata baru 51 orang. Mana 49 yang lainnya? Insya Allah dalam lindungan-Nya.

Penyambutan ini sangat luar biasa. Bagaimana tidak, aku mencoba maju agar bisa terlihat jelas. Sungguh menawan. Rasanya aku ingin mengikuti gerakan mereka. Entah yang tua ataupun muda, semua terlihat telah menguasai gerakan itu. Serasa tamu terhormat. Kira-kira selama 15 menit kita disuguhi ini. Andai aku membawa sebuat alat memoar...

Salah satu adegan penyambutan

Sesi kedua, kami digiring di sebuah sanggar. Kecil, namun unik. Berbagai macam gamelan terpajang disana. Ada gendang, saron, bonang, gong, dan lain-lain. Alunannnya sangat menyejukkan hati. Kami terbawa arus musik itu. Serasa tangan ini tak bisa hanya diam. Aku berpikir, kapan mereka latihan? Sedangkan yang memainkannya adalah anak SD maupun SMP. Ceilah, itu mah nggak usah dipikir. Dan inilah pembukaan perjalanan mata dan hatiku.

Sanggar

Berbagai aktivitas sangat melelahkan. Tak jua membuatku bosan akan ini. Malahan banyak aktivitas, hidup pun senang. Masak iya, ditempat yang jauh nan mempesona ini kita gunakan dengan bersantai ria? Tempat kami beristirahat dengan masjid sangat jauh. Jauh? Nggak jauh juga sih. Namun, ribet untuk dilalui dengan alat transportasi. Awalnya, aku mengira tak ada teman yang berdampingan dengan tempat kami tinggal. Eh, ternyata ada 1 regu. Sama aja sih, masih jauh tempat kami. Tak apalah, ada temennya.

Aktivitas seperti biasa. Mandi. Sholat. Makan. Masak (?). Ngerapihin kamar. Ngebantu yang lainnya. Sempat berpikir akan terjadi sesuatu yang tak mungkin terjadi. Namun, kita mencoba terus berhusnudzon. Alhasil, tak terjadi apapun.

Saat kegiatan, kami sering berangkat mepet-mepet. Jadi, jam siapa yang salah? Bersyukur karena jam tangan kami terlalu cepat (husnudzon). Seperti biasa, sebelum berangkat, kami berpamitan dengan pemilik tempat tinggal kami. Indah nya hidup ini. Andai tiap hari seperti ini. Namun, jika hidup senang terus, kapan jadi dewasanya? (opal's quote).

Pagi-pagi buta udah ramai aja. Tak disangka, masyarakat desa memang lebih rajin (bukan berarti orang kota nggak rajin, namun lebihnya aja). Rasanya kami sebagai tontonan. Malu lah jika kami dihukum. Bagaimana tidak? Serasa kami tak taat aturan. Kami berusaha untuk tepat waktu. Namun, medan yang kami tempuh tidak mendukung.

Alasan apapun pasti ada lah. Untuk kali ini Ice Breaking nya seru. Main patung pancoran. Melatih konsentrasi dan kecepatan gerak. Aku bermain dengan sangat bahagia. Karena aku bisa lolos diberbagai tahap. Namun, saat semi final, oh God, kurang cepat kulangkahkan kaki ini. Alhasil, aku harus menjadi penonton seperti temanku yang lain.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -