Posted by : Annisa Nur PS Selasa, 18 Februari 2014

Malam ini bukan malam yang luar biasa. Aku menganggap malam ini penuh duka. Aku melihat sosok yang aneh di mataku. Dia seakan-akan membenciku, memalingkan wajahnya ketika aku melihatnya. Bukan berarti aku ingin diperhatikan. Namun, aku masih memendam seribu pertanyaan untuk sosok itu. Kini ia sedang duduk sendirian ditemani novel tebal dan besar. Dia tak memakai kacamata. Yang ku tahu dia adalah sosok yang lugu. Mungkin dia sebal dengan sikapku yang memperhatikannya tiap kali. Aku berharap ingin mengenal lebih detail tentang dirinya.

***

Sang surya kali ini tak nampak. Seakan-akan ia malu untuk keluar. Atau ia ingin mengalah pada awan hitam ya? Ya! Awan hitam kali ini sangat dahsyat. Takut. Aku sungguh takut. Bagaimana aku bisa berangkat ke sekolah jika begini keadaannya? Ku pasrahkan segalanya. Hujan pun seketika begitu derasnya. Angin berhembus menyayat hati. Suara petir menggema di telinga. Aku duduk termenung. Apa yang akan kulakukan saat ini? Jam pertama ada ulangan sejarah. Jam kedua sangat menegangkan. Ku lihat sekelilingku sunyi. Tak ada yang menghampiriku untuk meminjamiku payung (mungkin). Jas hujan bisa. Apapun lah demi aku berangkat ke sekolah.

Di sekolah

Ita sahabatku.  Murid yang rajin menabung dan tidak sombong. Bagaimana tidak? Uangnya tak pernah untuk jajan, paling-paling untuk membeli keperluan sekolah. Namun, dia juga jarang mentraktir teman-temannya. Tak ada yang ingin berteman dengannya. Sebenarnya aku juga tak ingin menjadi teman dekatnya. TAPI kasihan dia sendirian terus. Justru aku senang berteman dengannya. Bisa berhemat.

Aku tahu, saat ini Ita sedang sendirian memandangi hujan lebat. Ia memang anak yang rajin. Selalu berangkat pagi. Murid kesayangan para guru. Prestasinya pun sangat laur biasa. Ia bisa sampai Eropa gara-gara otaknya yang encer. Aku sering berguru dengannya. Sering juga nyontek catatannya. Karena aku suka tidur di kelas, aku menjagakan Ita untuk terus mencatat. Jahat kan?

Pernah suatu ketika, saat ulangan tiba, mata pelajaran yang aku benci. FISIKA. Bukan benci sih, aku nya yang belum bersahabat dengan fisika. Aku tak ada niat sama sekali untuk belajar fisika. Nah, malam harinya aku sengaja tak belajar. Paginya saja belajar. Dan itu tak maksimal. Biasa aja sih. Sengaja malah. Aku sangat santai sedangkan teman-temanku bersusah payah untuk belajar. Dan akupun tidur sebelum jam 21.00.

***

Hujan telah reda. Aku harus berlari kencang sebelum gerbang sekolah terkunci. Ah, tapi rugi juga aku berlari. Jaraknya masih jauh. Coba ada tumpangan. Tbtb,
      "Hai Sandra!"
Ada seseorang memanggilku dari belakang. Aku tak berani menengok. Aku yakin itu orang jahat. Aku terus berlari sekuat tenaga. Dan,
      "Waw, aduh sakit banget cah!" aku merengek.
      "San, kau tak apa-apa?" tanya sosok itu.
Glek! Apa! Ternyata Farhan, sobat ku sejak SD.
      "Maapin gue ya, Han. Udah jahat ame lu."
      "Maksud loh??" gaya alay Farhan.
      "Ya, pas lu manggil tadi, gue malah kabur. Gue kira lu komplotan penculik," aku menjawab seadanya.
      "E, sial lu. Tapi nggak pa pa. Masak lu belum kenal suara gue sih? Kita temenan sejak SD broh. Ah lu nggak peka nih," Farhan belagu.

Bukannya aku nggak peka, tapi saat itu aku lagi ketakutan. Soalnya tadi malem aku abis liat film horor. Biasalah, nggak belajar layaknya Ita. Hari ini bagaikan libur. Pelajaran di kelasku hanya OR, Seni, dan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia ngapain sih? Paling juga kerja kelompok. Kalau kerja kelompok kan ada temen tuh, ya jadi ya, berharap aku sekelompok sama orang-orang rajin nan baik hati.
"Bareng yuk." ajak Farhan.
"Lu naik motor ini?" tanyaku kaget.
"Iya, emang napa?" jawabnya.
"Cie, motornya baru." Ledekku.
"Ah, udah yu, cabut. Keburu telat nih."

Secepat kilat Farhan ngegas motornya. Kayak sinetron-sinetron gitu lah. Dan kita hampir telat. Haha, emang sinetron ini mah-___- Kebetulan aku sekelas sama Farhan. Jadi ada temen masuk kelas (lha terus?). Jam pertama adalah olahraga. Ya, biasalah, olahraga adalah pelajaran yang jadi aksi pamer gadget.
"Ayo anak-anak, sekarang pemanasan dulu ya."
"Sumpeh, masih dikatain anak-anak." celetuk salah satu temenku.
"Ya, kalo kagak mau dikatain anak-anak, cepet dong geraknya." jawab Farhan sewot.
"Widih, Farhan keren juga." kataku dalam hati.
Intinya kita disuruh buat lari 12 kali lapangan sepak bola. Biar badan tetep fresh(?) Hal yang mudah bagi Farhan.

Jam kedua adalah seni. Kali ini, seni lukis. Pelajaran paling menyenangkan, cuman bikin males.
"Ah, gua males gamber nih, Han. Gambarin dong." rengekku ke Farhan.
"Gile aje, gue juga males gambar tauk."
Pokoknya, seni lukis ini berubah jadi kegiatan upload di instagram. Uploadnya foto-foto hasil karya temen. Wks.

Tiba-tiba pandanganku menuju ke arah Ita. Esumpeh, dari tadi dia konsen banget sama gambarannya. Pengen nemenin sih. Tapi males ngedatenginnya. Akhirnya, aku sms aja.
"Hai Ita. Sibuk banget sama gambarannya." Send.
"Lama banget sih, nggak dibales-bales?" tanyaku dalam hati.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -