Posted by : Annisa Nur PS Rabu, 16 April 2014

Saat ku tanya sang sopir,
"Pak, masih jauh nggak Pak?"
"Masih Dek."
*istighfar*
Bener-bener mabok angkot. Angkot ini melewati kampung. Eh, macet juga. Yasudahlah. Kemudian, meluncur ke jalan raya (yeay!). Aku yang duduk di belakang pak sopir melihat plang bertuliskan "Pd. Labu" seneng rasanya. Intinya bentar lagi nyampe. Eh, ternyata masih jauh meeen. Melewati terowongan kecil. Melewati bawah tol jembatan layang. Gelap gitu. Jadi takut ada copet. Berasa masuk tv. Abisnya pertama kali liat itu, adanya di tv mulu sih. Ya, DDN PONDOK LABU. DDN apaan? Nggak tahu juga. Alhamdulillah nyampe.
"Aaaa Firzaa." Bintang kegirangan.
"Hah? Firza?" Choir bingung.
"Mana Firza nya?" aku lebih bingung.
"Tuh di toko." jawab Bintang.
"Yuk, kesana." aku mengajak.
"Eh eh eh tunggu, aku nggak bisa nyebrang." kata Bintang.
Masak iya, aku balik lagi ke tempat tadi buat ngambil Bintang yang takut nyebrang. Orang aku udah nyampe tengah jalan. Kan jayus! Akhirnya Bintang aku suruh lari cepet biar bareng. W-A-W. Firza sama Dea udah nunggu dari tadi. Istirahat bentar beli minum, ngambil duit di ATM, sama Bintang mau tranfer uang.
-istirahat selesai-
"Eh, yuk naik angkotmerah yang itu tuh." kata Firza.
'Firzaaaa, lu tau nggak sih, kita udah mabok angkot, dan ini mau naik lagi? Dan ini udah angkot ketujuh. Fine.' teriakku dalam hati.
Angkot merah menuju TMII. Yap! Longgar. Berasa ni angkot milik kita berlima. Ketawa. Ceria. Nggak bisa dibayangin sebelumnya. Dan tbtb Firza nyuruh turun.
"Fir? Turun? Katanya nyampe akhir?" aku bingung.
Udah terlanjur turun Firza ngomong,
"Gue juga lupa nih. Kayaknya angkot tadi nyampe akhir deh. Tapi seinget gua dulu, gua 2 kali naik angkot. Tapi, angkot yang mana gua juga lupa. Yaudah deh, nunggu angkot merah lewat lagi."
Panjang umurnya. Angkot merah berhenti. Dan, sesak! Aku berasa kernet. Duduk dekat pintu, anginnya gede. Berasa di video klip.
"Nis, sabar ya." kata Dea.
Iya sih angkotnya berhenti mau nurunin penumpang. Tapi, ada penumpang lain lagi yang naik. Ya sama aja.
Lama juga ke TMII-nya. Hingga kami menjadi penumpang yang turun terakhir. Tbtb, di belakang kami ada bus bertiliskan "Si Gantang". Nggak ada komen apapun kecuali tertawa. Tak lama kemudian Dea bilang,
"Lah, itu juga ada An-Nisa."
"E sial. Kualat lu, Nis."
Oke, intinya nggak boleh ngetawain orang.

"Dek, mau kemana sih Dek?" tanya pak sopir.
"Ke TMII, Pak." kataku.
"Lah, ini mah udah lewat." kata pak sopir.
"Nah lo, tu liat yang ada emas-emasnya di sono." kata Firza.
"Makanya jangan ngobrol Dek. Kelewat kan? Ngobrolin cowok sih." kata sang sopir.
*plak *gubrak *jeger!
"Yauhah, makasih Pak."

Okeh, mau nggak mau kita harus ngangkot lagi dengan nomor angkot 40, alias muter balik. Angkot keberapa sekarang? Angkot kedelapan.
Nah, berhenti disini. Ini kemana? Nyebrang. Oke, Bintang nggak bisa nyebrang. Akhirnya, kami nebeng segerombolan oang buat nyebrang. Dasar!
"Huaaa, nyampe juga akhirnya." teriak Bintang.
"Pintu masuknya jauh amat sih."kataku.
"Sholat dulu yuk." kata Firza.
"Di At-Tien aja." kata Dea.
"At-Tien mana? Mending di musholla TMII." kataku.
"Iya sih, bener."
Masuk -> nyari masjid -> ngeliat sebuah kubah -> itu museum.
Nyari lagi -> ketemu kubah -> itu museum olahraga -> Bintang heboh.
Huh, perjalanan panjang mencari masjid. Ini dia Masjid Diponegoro.
Dea lagi ngupil *ampun Dea*

Depan Masjid Diponegoro



*bersambung*

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -