- Back to Home »
- cerpen »
- MLP -chapter 7-
Chapter 7.....
Aku nggak usah banyak bicara dulu....
Kalian baca aja, yha
( Masih shock )
@@@@@@
”
Kak Andika... Kak Andika....” Lirih, Nayla menuebut nama itu berulang
kali. Segera Raka mengajak Nayla pulang meninggalkan kerumunan itu. Raka
mendudukkan Nayla di bangku samping kemudi. Setelah menutup pintu, Raka
segera berlari ke pintu satunya. Raka segera melarikan mobil itu keluar
dari rumah besar Andita.
Dalam perjalanan, Nayla masih saja
menangis. Kali ini nama Andika sudah tak disebutnya. Sesekali gadis itu
tampak menggelengkan kepalanya tanda Ia tak percaya dengan apa yang
barusan Ia lihat. Sebuah flashback tentang bagaimana Andika, orang yang
memanggil dirinya dengan sebutan ’Kakak’ meninggal karena
menyelamatkannya.
” Nayla....” Panggilan Raka tak dihiraukannya. ”
Kamu sudah ingat semuanya??” Tanya Raka. Nayla diam, menarik nafas
panjang, lalu..
” Kamu kenal ’dia’ kan, Ka?? Kamu kenal dia, kan??
Kamu kenal Kak Andika. Kamu mengenal Kakakku. Kamu mengenal Kakak
kandungku. Kenapa kamu nggak cerita???” Sembur Nayla. Raka diam sejenak
lalu dengan gerakan tiba-tiba, Raka menepikan mobil yang ditumpangi
mereka.
********
Aku tak heran waktu Raka
menepikan mobil yang kami tumpangi. Mungkin dia ingin menjelaskan
semuanya panjang lebar. Dan sekarang itulah yang kumau. Beberapa menit
yang lalu, aku masih bisa melihatnya dengan jelas, mendengar suaranya,
merasakan pelukan hangatnya sebagai seorang Kakak, dan merasakan
perlindungan terakhir yang Ia berikan padaku. Semuanya begitu nyata. Aku
tak menyangka bahwa itu semua hanyalah sebuah flashback.
Ya.
Dialah Andika. Orang yang selama ini kucari, dan menjadi teka-teki besar
dalam hidupku. Dialah yang kuanggap sebagai Little Prince ku. Aku ingat
semuanya! Semuanya! Dialah orang yang selalu melindungiku. Setiap saat
dan setiap waktu. Menjadikanku sebagai nomor satu yang harus
dilindunginya, sekalipun Ia harus kehilangan gadis yang Ia sayangi.
Laki-laki bodoh!
” Aku memang mengenalnya....” Suara Raka memecah
kesunyian yang tercipta diantara kami kurang lebih sejak 3 menit yang
lalu. ” Tapi aku nggak bisa ngasih tau apa-apa ke kamu tentang dia. Mama
mu menganggap inilah yang terbaik untukmu. Dia sama sekali tak ingin
kamu mengingat Andika, Kakak kandungmu...” Dengan cepat aku menoleh ke
arah Raka.
” Mama??? Kenapa Mama tidak inging aku mengingat laki-laki itu?” Tanyaku. Raka diam.
”
Lebih baik kamu tanya ke Mama kamu langsung. Aku nggak bisa ngasih tau
kamu karena aku udah janji ke Mama kamu untuk tidak mengungkit-ungkit
’ini’ lagi....” Kata Raka sambil memasukkan persneling lalu kembali
menjalankan mobinya. ’aku udah janji ke Mama kamu untuk tidak mengungkit-ungkit ’ini’’. ’Ini’ ??? Apakah yang dimaksud Raka dengan ini adalah ’itu’ –hal yang tabu untuk disebut-?. Apakah ini akan menjadi sebuah titik terang bagiku untuk mengetahui semuanya?
********
”
Non.... Non baik-baik aja?” Tanya Bi Sum terdengar khawatir. Aku
tersenyum samar walau itu percuma karena aku yakin mukaku sekarang sudah
sangat pucat. Raka menuntunku untuk duduk di salah satu sofa yang ada
di ruang tamu itu. Sedang Bi Sum menghilang dan dapat kupastikan sedang
menghubungi Papa dan Mama. Mungkin mengabarkan keadaanku ke Mama dan
Papa. Aku menunduk memandangi kakiku yang mulai berkerut karena
kedinginan.
” Maaf... Maaf aku nggak bisa cerita lebih jauh....”
Maaf Raka terdengar sungguh-sungguh. Aku hanya mengangguk kecil lalu
berpamitan kepada Raka untuk ganti baju dan tidur. Karena kurasa kalau
hal itu tak segera kulakukan, maka aku akan sakit besok.
” Non,
katanya Tuan sama Nyonya baru bisa pulang besok....” Suara Bi Sum
membuat langkahku dalam menapaki tangga terhenti dan menatap wanita
paruh baya yang berdiri di ujung tangga itu. ” Tapi, Non... kayaknya
mereka khawatir banget sama Non....” Lanjut Bi Sum yang membuatku
kembali tersenyum tipis.
” Iyya Bi. Nay tau kok... Makasih, ya
Bi... Nayla mau istirahat dulu...” Sahutku sekaligus berpamitan pada Bi
Sum. Setelah Bi Sum mengangguk, aku meneruskan langkahku yang sempat
terhenti. Mama.... Kenapa aku harus melupakan Kak Andika? Kenapa Mama
begitu membenci Kak Andika? Tapi, kenapa juga Mama harus mengingkari
perasaan Mama kalau Mama masih menganggap bahwa Kak Andika berharga?
Kalau masih sayang, jujur saja, Ma..... Aku rasa tak ada alasan bagi
Mama untuk membenci Kak Andika....
********
Ugh....
Kepalaku
rasanya berat sekali. Namun begitu, aku memaksakan diriku untuk
bangkit. Ku dengar suara orang bertengkar di ruang keluarga. Segera
kusingkap selimut yang menghangatkan tubuhku dan turun menuju ruang
keluarga.
” Padahal Tante udah percayain Nayla ke kamu. Tapi kamu
nggak bisa ngejaga kepercayaan Tante....” –Mama-. Ya. Aku yakin tadi
adalah suara Mama. Suara Mama yang terdengar marah. Kepada siapa??
Raka?? Ya. Aku yakin Mama sedang marah kepada Raka. Siapa lagi yang
diamanati oleh Mama untuk menjagaku??
Dengan langkah pelan, yang
karena ingin langkahku tak terdengar oleh mereka juga karena rasa pusing
masih mendominasi kepalaku, aku mendekat ke ruang keluarga. Aku berdiri
di pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan ruang makan.
Nampaknya mereka tak menyadari kedatanganku.
” Tante nggak pengen
Nayla tahu akan jati diri Kakaknya. Tante harap kamu mengerti dan bisa
merahasiakan semuanya dari Nayla. Tapi, kamu gagal menjaga Nayla dan
membuat Nayla mengingat Andika....”
” Mau sampai kapan Mama
menutupi kenyataan bahwa Kak Andika adalah Kakak kandungku dan terus
menyalahkan atas apa yang terjadi padaku kepada Raka??” Tanyaku. Semua
yang ada di ruangan itu menoleh. Papa, Mama dan Raka. Airmuka dari
ketiga orang itu menunjukkan keterkejutan yang sangat. ” Sampai kapan
Mama mau nyalahin Raka? Sampai kapan Mama mau nutupin kenyataan tantang
Kak Andika? Atau jangan-jangan Mama tidak berniat menutupi kenyataan
tentang Kak Andika dan malah ingin benar-benar menghilangkan orang itu
dari hidupku?? Sampai kapan Ma??” Tanyaku dengan nada bergetar. Mama
diam, perlahan menghampiriku.
” Sayang, kamu masih sakit. Sebaiknya kamu istirahat...”
”
Nggak, Ma!!” Sentakku. ” Aku ingin mendengar penjelasan Mama. Kenapa
Mama menutupi status Kak Andika sebagai Kakak kandungku??”
” Dia
bukan KAKAKMU!!” Seru Mama, ganti menyentakku. Airmataku mulai luruh.
Bukan kakakku?? Lalu siapa?? Kenapa aku memanggilnya kakak? Dan kenapa
dia harus mati-matian menjagaku kalau dia bukan kakakku?
” Mama bohong!”
” Mama tidak bohong. Dia bukan kakakmu!”
” Lalu???” Mama diam ” Mama membencinya??” Tanyaku lagi.
”
Ya. Mama sangat kecewa pada orang itu....” Kecewa. Aku yakin Mama hanya
kecewa dan hanya akan sebatas itu. Tak akan lebih. Mama tidak bilang
Mama membencinya. Tapi kenapa Mama kecewa pada Andika?
” Kenapa? Mama tidak menjawab pertanyaanku dengan benar....” Keluhku, kepalaku tertunduk.
”
Mama.....” Sedikit jeda. ” Mama membencinya...” Sahut Mama terdengar
sedikit ragu. Nggak. Sekalipun Mama bilang Mama membenci Kak Andika, aku
nggak akan percaya. Karena Mama tahu? Aku bisa merasakannya, perasaan
sayang yang Mama berikan kepada Kak Andika. Mama tahu? Perasaan itu
terbaca dari tiap Mama menyebutnya sebagai ’orang-itu’ dan sejenisnya,
perasaan Mama terpapar disitu.
Dulu waktu kita berhubungan via
telephone pun, terbaca sekali kalau orang itu sangat berarti untuk Mama.
Ma, kalaupun benar Mama membenci Kak Andika, kenapa???
********
Nayla
memegang kepalanya saat rasa pusing itu kembali membayanginya. Tubuhnya
mulai terhuyung ke samping. Segera Raka berlari ke arah Nayla dan
menahan tubuh gadis itu agar tak jatuh. Ya. Nayla kembali pingsan.
Raka meraba dahi Nayla. Panas. Sangat panas bahkan. ’Mungkin dia terlalu memaksakan diri karena mendengar keributan dari lantai bawah ini’ Pikir Raka. Raka segera membopong Nayla dan membawa gadis itu menuju kamarnya, menidurkannya diatas kasur empuk milik Nayla.
Setelah
selesai dengan Nayla, Raka kembali ke ruang keluarga. Dilihatnya Mama
Nayla duduk di kursi, menangis. Di sampingnya Papa Nayla berusaha
menenangkan. Raka diam sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri
Papa dan Mama Nayla.
Papa Nayla mendongak sewaktu mendapati Raka
ada di depan mereka. Sebuah senyum tercipta di wajah yang terkesan
bijaksana itu. Raka balas tersenyum samar lalu mengalihkan pandangan ke
arah Mama Nayla.
” Maaf, Tant... Raka nggak bisa menjaga amanat
Tante seperti yang Tante bilang tadi.,” Mama Nayla tak bergeming, masih
menangis sambil menenggelamkan mukanya kedalam kedua telapak tangannya. ”
Tapi, Tant.... Semuanya tak akan lebih baik dari sekarang bila Tante
terus menerus menyembunyikan kenyataan tentang Andika...... Ah! Mungkin
aku terdengar egois. Tapi aku ingin Nayla mengingatnya. Selebihnya, biar
Nayla sendiri yang menentukan apakah Nayla akan membenci Andika atas
perbuatannya atau akan berkata lain. Karena Tante tahu? Yang tahu
kejadian sebenarnya adalah Nayla.....”
” Ya... Hhh...” Mama Nayla
mulai mengangkat kepalanya, menghela nafas. ” Maafkan Tante karena telah
bertindak egois dengan menyalahkan kamu atas apa yang terjadi kepada
Nayla. Sebenarnya semua ini salah Tante. Maaf..... Tapi soal laki-laki
itu... Tante belum yakin bisa memaafkannya....”
” Apa Tante tetap saja tidak mau menyebut namanya? Dia anak tante, bukan?”
”
Tante tidak memiliki anak pembunuh macam dia!!!” Gertak Mama Nayla
mulai marah lagi. Raka diam. Mencoba mengerti apa yang dirasakan Mama
Nayla. Kalau Raka jadi Mama Nayla pun, Raka akan marah terhadap orang
yang bernama Andika itu. Orang yang disebut Mama Nayla sebagai seorang
pembunuh.
********
” Pembunuh???” Desis
Nayla pelan saat Raka menceritakan semuanya kepada Nayla malam harinya,
saat Nayla sadar dari pingsannya. Raka mengangguk pelan, walau terlihat
ragu.
********
” Bagaimana mungkin??” Tanyaku tapi Raka hanya diam.
” Yah... Sejak kejadian di kapal itu.... Andika dicap sebagai seorang pembunuh...”
” Kejadian di kapal?”
”
Kamu nggak ingat? Itu saat kematian Kakakmu....” Aku sedikit tercekat
saat kalimat itu terlontar dari mulut Raka. ’Kematian’. Yah, walau aku
sudah menduga bahwa laki-laki itu pasti meninggal. Tapi kalimat dari
Raka menghancurkan harapan terkhirku. Harapan bahwa sebenarnya lki-laki
itu belum menginggal dan sekarang ada di suatu tempat.
” Emang siapa yang dibunuh? Kalau Kak Andika berniat membunuh orang, kenapa jadi dia yang meninggal....”
”
Yang dibunuh? Kamu pengen tau?” Tanya Raka. Aku mengangguk yakin. Raka
menhela nafas. ” Tepatnya sih belum dibunuh... Baru percobaan
pembunuhan....”
” Ya tapi siapa orangnya???” Desakku tak sabar.
” Kamu......”
@@@@@@
Hah??? ( Aku juga kaget )
Masak sih Nayla yang dijadiin objek pembunuhan?
Bukannya Andika yang selalu ngelindungin Nayla
Sampai mempertaruhkan jiwa raga (wuiss)
Wah, penulis nggak yakin.... ( Geleng-geleng kepala )
Nah lho! Gimana coba kelanjutannya....
Menurut kalian gimana kelanjutan ceritanya?
Sebelum ada yang nebak, keliatannya belum akan aku lanjutin, deh....
Buat kalian yang baca, please tebak yha!!!
Biar cepet lanjutnya....
( Senyum iblis )
Popular Post
-
Taman Siswa P erguruanku Hiduplahmu S emerdekanya Taman Siswa J antung H atiku Bersinarlah S emulianya Dari Barat S ampai ke Ti...
-
Entah kenapa nemu tulisan ini di catatan gue pas jaman-jaman MTs. Sumpeh ini galao abis. Entah kapan pula gue nulis beginian. Nggak tau pula...
-
Tirakatan adalah tradisi unik yang khas ditemui di Jawa dan Bali. Tradisi ini tidak ada kaitannya dengan suatu paham religiusitas tertentu ...