Posted by : Annisa Nur PS Rabu, 09 Juli 2014

Chapter 7.....
Aku nggak usah banyak bicara dulu....
Kalian baca aja, yha
( Masih shock )

@@@@@@

” Kak Andika... Kak Andika....” Lirih, Nayla menuebut nama itu berulang kali. Segera Raka mengajak Nayla pulang meninggalkan kerumunan itu. Raka mendudukkan Nayla di bangku samping kemudi. Setelah menutup pintu, Raka segera berlari ke pintu satunya. Raka segera melarikan mobil itu keluar dari rumah besar Andita.
Dalam perjalanan, Nayla masih saja menangis. Kali ini nama Andika sudah tak disebutnya. Sesekali gadis itu tampak menggelengkan kepalanya tanda Ia tak percaya dengan apa yang barusan Ia lihat. Sebuah flashback tentang bagaimana Andika, orang yang memanggil dirinya dengan sebutan ’Kakak’ meninggal karena menyelamatkannya.
” Nayla....” Panggilan Raka tak dihiraukannya. ” Kamu sudah ingat semuanya??” Tanya Raka. Nayla diam, menarik nafas panjang, lalu..
” Kamu kenal ’dia’ kan, Ka?? Kamu kenal dia, kan?? Kamu kenal Kak Andika. Kamu mengenal Kakakku. Kamu mengenal Kakak kandungku. Kenapa kamu nggak cerita???” Sembur Nayla. Raka diam sejenak lalu dengan gerakan tiba-tiba, Raka menepikan mobil yang ditumpangi mereka.

********

Aku tak heran waktu Raka menepikan mobil yang kami tumpangi. Mungkin dia ingin menjelaskan semuanya panjang lebar. Dan sekarang itulah yang kumau. Beberapa menit yang lalu, aku masih bisa melihatnya dengan jelas, mendengar suaranya, merasakan pelukan hangatnya sebagai seorang Kakak, dan merasakan perlindungan terakhir yang Ia berikan padaku. Semuanya begitu nyata. Aku tak menyangka bahwa itu semua hanyalah sebuah flashback.
Ya. Dialah Andika. Orang yang selama ini kucari, dan menjadi teka-teki besar dalam hidupku. Dialah yang kuanggap sebagai Little Prince ku. Aku ingat semuanya! Semuanya! Dialah orang yang selalu melindungiku. Setiap saat dan setiap waktu. Menjadikanku sebagai nomor satu yang harus dilindunginya, sekalipun Ia harus kehilangan gadis yang Ia sayangi. Laki-laki bodoh!
” Aku memang mengenalnya....” Suara Raka memecah kesunyian yang tercipta diantara kami kurang lebih sejak 3 menit yang lalu. ” Tapi aku nggak bisa ngasih tau apa-apa ke kamu tentang dia. Mama mu menganggap inilah yang terbaik untukmu. Dia sama sekali tak ingin kamu mengingat Andika, Kakak kandungmu...” Dengan cepat aku menoleh ke arah Raka.
” Mama??? Kenapa Mama tidak inging aku mengingat laki-laki itu?” Tanyaku. Raka diam.
” Lebih baik kamu tanya ke Mama kamu langsung. Aku nggak bisa ngasih tau kamu karena aku udah janji ke Mama kamu untuk tidak mengungkit-ungkit ’ini’ lagi....” Kata Raka sambil memasukkan persneling lalu kembali menjalankan mobinya. ’aku udah janji ke Mama kamu untuk tidak mengungkit-ungkit ’ini’’. ’Ini’ ??? Apakah yang dimaksud Raka dengan ini adalah ’itu’ –hal yang tabu untuk disebut-?. Apakah ini akan menjadi sebuah titik terang bagiku untuk mengetahui semuanya?

********

” Non.... Non baik-baik aja?” Tanya Bi Sum terdengar khawatir. Aku tersenyum samar walau itu percuma karena aku yakin mukaku sekarang sudah sangat pucat. Raka menuntunku untuk duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu itu. Sedang Bi Sum menghilang dan dapat kupastikan sedang menghubungi Papa dan Mama. Mungkin mengabarkan keadaanku ke Mama dan Papa. Aku menunduk memandangi kakiku yang mulai berkerut karena kedinginan.
” Maaf... Maaf aku nggak bisa cerita lebih jauh....” Maaf Raka terdengar sungguh-sungguh. Aku hanya mengangguk kecil lalu berpamitan kepada Raka untuk ganti baju dan tidur. Karena kurasa kalau hal itu tak segera kulakukan, maka aku akan sakit besok.
” Non, katanya Tuan sama Nyonya baru bisa pulang besok....” Suara Bi Sum membuat langkahku dalam menapaki tangga terhenti dan menatap wanita paruh baya yang berdiri di ujung tangga itu. ” Tapi, Non... kayaknya mereka khawatir banget sama Non....” Lanjut Bi Sum yang membuatku kembali tersenyum tipis.
” Iyya Bi. Nay tau kok... Makasih, ya Bi... Nayla mau istirahat dulu...” Sahutku sekaligus berpamitan pada Bi Sum. Setelah Bi Sum mengangguk, aku meneruskan langkahku yang sempat terhenti. Mama.... Kenapa aku harus melupakan Kak Andika? Kenapa Mama begitu membenci Kak Andika? Tapi, kenapa juga Mama harus mengingkari perasaan Mama kalau Mama masih menganggap bahwa Kak Andika berharga? Kalau masih sayang, jujur saja, Ma..... Aku rasa tak ada alasan bagi Mama untuk membenci Kak Andika....

********

Ugh....
Kepalaku rasanya berat sekali. Namun begitu, aku memaksakan diriku untuk bangkit. Ku dengar suara orang bertengkar di ruang keluarga. Segera kusingkap selimut yang menghangatkan tubuhku dan turun menuju ruang keluarga.
” Padahal Tante udah percayain Nayla ke kamu. Tapi kamu nggak bisa ngejaga kepercayaan Tante....” –Mama-. Ya. Aku yakin tadi adalah suara Mama. Suara Mama yang terdengar marah. Kepada siapa?? Raka?? Ya. Aku yakin Mama sedang marah kepada Raka. Siapa lagi yang diamanati oleh Mama untuk menjagaku??
Dengan langkah pelan, yang karena ingin langkahku tak terdengar oleh mereka juga karena rasa pusing masih mendominasi kepalaku, aku mendekat ke ruang keluarga. Aku berdiri di pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan ruang makan. Nampaknya mereka tak menyadari kedatanganku.
” Tante nggak pengen Nayla tahu akan jati diri Kakaknya. Tante harap kamu mengerti dan bisa merahasiakan semuanya dari Nayla. Tapi, kamu gagal menjaga Nayla dan membuat Nayla mengingat Andika....”
” Mau sampai kapan Mama menutupi kenyataan bahwa Kak Andika adalah Kakak kandungku dan terus menyalahkan atas apa yang terjadi padaku kepada Raka??” Tanyaku. Semua yang ada di ruangan itu menoleh. Papa, Mama dan Raka. Airmuka dari ketiga orang itu menunjukkan keterkejutan yang sangat. ” Sampai kapan Mama mau nyalahin Raka? Sampai kapan Mama mau nutupin kenyataan tantang Kak Andika? Atau jangan-jangan Mama tidak berniat menutupi kenyataan tentang Kak Andika dan malah ingin benar-benar menghilangkan orang itu dari hidupku?? Sampai kapan Ma??” Tanyaku dengan nada bergetar. Mama diam, perlahan menghampiriku.
” Sayang, kamu masih sakit. Sebaiknya kamu istirahat...”
” Nggak, Ma!!” Sentakku. ” Aku ingin mendengar penjelasan Mama. Kenapa Mama menutupi status Kak Andika sebagai Kakak kandungku??”
” Dia bukan KAKAKMU!!” Seru Mama, ganti menyentakku. Airmataku mulai luruh. Bukan kakakku?? Lalu siapa?? Kenapa aku memanggilnya kakak? Dan kenapa dia harus mati-matian menjagaku kalau dia bukan kakakku?
” Mama bohong!”
” Mama tidak bohong. Dia bukan kakakmu!”
” Lalu???” Mama diam ” Mama membencinya??” Tanyaku lagi.
” Ya. Mama sangat kecewa pada orang itu....” Kecewa. Aku yakin Mama hanya kecewa dan hanya akan sebatas itu. Tak akan lebih. Mama tidak bilang Mama membencinya. Tapi kenapa Mama kecewa pada Andika?
” Kenapa? Mama tidak menjawab pertanyaanku dengan benar....” Keluhku, kepalaku tertunduk.
” Mama.....” Sedikit jeda. ” Mama membencinya...” Sahut Mama terdengar sedikit ragu. Nggak. Sekalipun Mama bilang Mama membenci Kak Andika, aku nggak akan percaya. Karena Mama tahu? Aku bisa merasakannya, perasaan sayang yang Mama berikan kepada Kak Andika. Mama tahu? Perasaan itu terbaca dari tiap Mama menyebutnya sebagai ’orang-itu’ dan sejenisnya, perasaan Mama terpapar disitu.
Dulu waktu kita berhubungan via telephone pun, terbaca sekali kalau orang itu sangat berarti untuk Mama. Ma, kalaupun benar Mama membenci Kak Andika, kenapa???

********

Nayla memegang kepalanya saat rasa pusing itu kembali membayanginya. Tubuhnya mulai terhuyung ke samping. Segera Raka berlari ke arah Nayla dan menahan tubuh gadis itu agar tak jatuh. Ya. Nayla kembali pingsan.
Raka meraba dahi Nayla. Panas. Sangat panas bahkan. ’Mungkin dia terlalu memaksakan diri karena mendengar keributan dari lantai bawah ini’ Pikir Raka. Raka segera membopong Nayla dan membawa gadis itu menuju kamarnya, menidurkannya diatas kasur empuk milik Nayla.
Setelah selesai dengan Nayla, Raka kembali ke ruang keluarga. Dilihatnya Mama Nayla duduk di kursi, menangis. Di sampingnya Papa Nayla berusaha menenangkan. Raka diam sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri Papa dan Mama Nayla.
Papa Nayla mendongak sewaktu mendapati Raka ada di depan mereka. Sebuah senyum tercipta di wajah yang terkesan bijaksana itu. Raka balas tersenyum samar lalu mengalihkan pandangan ke arah Mama Nayla.
” Maaf, Tant... Raka nggak bisa menjaga amanat Tante seperti yang Tante bilang tadi.,” Mama Nayla tak bergeming, masih menangis sambil menenggelamkan mukanya kedalam kedua telapak tangannya. ” Tapi, Tant.... Semuanya tak akan lebih baik dari sekarang bila Tante terus menerus menyembunyikan kenyataan tentang Andika...... Ah! Mungkin aku terdengar egois. Tapi aku ingin Nayla mengingatnya. Selebihnya, biar Nayla sendiri yang menentukan apakah Nayla akan membenci Andika atas perbuatannya atau akan berkata lain. Karena Tante tahu? Yang tahu kejadian sebenarnya adalah Nayla.....”
” Ya... Hhh...” Mama Nayla mulai mengangkat kepalanya, menghela nafas. ” Maafkan Tante karena telah bertindak egois dengan menyalahkan kamu atas apa yang terjadi kepada Nayla. Sebenarnya semua ini salah Tante. Maaf..... Tapi soal laki-laki itu... Tante belum yakin bisa memaafkannya....”
” Apa Tante tetap saja tidak mau menyebut namanya? Dia anak tante, bukan?”
” Tante tidak memiliki anak pembunuh macam dia!!!” Gertak Mama Nayla mulai marah lagi. Raka diam. Mencoba mengerti apa yang dirasakan Mama Nayla. Kalau Raka jadi Mama Nayla pun, Raka akan marah terhadap orang yang bernama Andika itu. Orang yang disebut Mama Nayla sebagai seorang pembunuh.

********

” Pembunuh???” Desis Nayla pelan saat Raka menceritakan semuanya kepada Nayla malam harinya, saat Nayla sadar dari pingsannya. Raka mengangguk pelan, walau terlihat ragu.
********

” Bagaimana mungkin??” Tanyaku tapi Raka hanya diam.
” Yah... Sejak kejadian di kapal itu.... Andika dicap sebagai seorang pembunuh...”
” Kejadian di kapal?”
” Kamu nggak ingat? Itu saat kematian Kakakmu....” Aku sedikit tercekat saat kalimat itu terlontar dari mulut Raka. ’Kematian’. Yah, walau aku sudah menduga bahwa laki-laki itu pasti meninggal. Tapi kalimat dari Raka menghancurkan harapan terkhirku. Harapan bahwa sebenarnya lki-laki itu belum menginggal dan sekarang ada di suatu tempat.
” Emang siapa yang dibunuh? Kalau Kak Andika berniat membunuh orang, kenapa jadi dia yang meninggal....”
” Yang dibunuh? Kamu pengen tau?” Tanya Raka. Aku mengangguk yakin. Raka menhela nafas. ” Tepatnya sih belum dibunuh... Baru percobaan pembunuhan....”
” Ya tapi siapa orangnya???” Desakku tak sabar.
” Kamu......”


@@@@@@

Hah??? ( Aku juga kaget )
Masak sih Nayla yang dijadiin objek pembunuhan?
Bukannya Andika yang selalu ngelindungin Nayla
Sampai mempertaruhkan jiwa raga (wuiss)
Wah, penulis nggak yakin.... ( Geleng-geleng kepala )
Nah lho! Gimana coba kelanjutannya....
Menurut kalian gimana kelanjutan ceritanya?
Sebelum ada yang nebak, keliatannya belum akan aku lanjutin, deh....
Buat kalian yang baca, please tebak yha!!!
Biar cepet lanjutnya....
( Senyum iblis )

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -