Posted by : Annisa Nur PS Minggu, 29 Juni 2014

"Lusi, cepat Nak, ntar telat lho", teriak Ibu dari bawah.
"Iya, Ibuu", jawabku dari kamar kesayanganku.
Siang ini Lusi harus cepat-cepat ke sekolah, SMP Permata 1 Bandung. Lusi adalah murid yang paling dikenal dikalangan teman-teman, adik kelas, bahkan guru. Karena kefasihannya dalam berbicara bahasa Inggris dan bahasa Korea. Ia juga gadis yang simple. Walau sekarang udah modern tapi Lusi nggak neko-neko seperti teman lainnya. Ia sekarang kelas 9 dan akan melanjutkan ke sekolah favorit di Indonesia, SMA Favorit Indonesia. Bersama 6 temannya, ia menuju SMA tersebut.

Lusi dan 6 temannya berbeda kelas. Lusi kelas 9B dan yang lainnya kelas 9A. Lusi sangat was-was dengan keadaan ini. Ia takut kalau pembicaraannya tidak digubris, bahkan takut dijauhi. Sebenarnya, Lusi ingin berangkat sendirian. Tapi karena jauhnya sekolah tersebut dan ongkos sendirian yang mahal, ia memutuskan untuk bersama 6 temannya.

"Eh, itu Lusi", kata ayah Beny.
Lusi langsung cium tangan para orang tua dan guru yang akan mendampinginya.
"Lusi udah siap?" tanya salah satu guru.
"Sudah, Pak", jawab Lusi.
"Oh, yaudah, sekarang tinggal nunggu travelnya", jawab Ibu Lastri.

***

Yap, travel yang dipesan datang tepat waktu. Pukul 14.00 WIB, kami berangkat dari Bandung menuju Yogyakarta. Jauh memang. Hingga Lusi mabuk perjalanan. Tiga kali sekali jalan.
"Ya Allah, aku nggak kuat lagi. Besok semiga bisa ngerjain, dan hasilnya yang terbaik." dalam hati Lusi memoohon.
Perjalanan ini, perjalanan kali pertamanya Lusi harus diam tanpa kata. Biasanya ia di mobil bersama keluarganya ketawa-ketiwi. Tapi ini tidak. Bahkan untuk tidurpun, ia tak bisa. Suasana di dalam travel sangat heboh dengan 6 temannya itu. Lusi diam dan terus diam.
Nilam, berkacamata dan tinggi. Cerdas memang. Jangan kaget kalau di dalam travel pun ia membaca biologi. Lusi tak habis pikir. Ia ingin membaca biologi juga, namun tak sanggup. Mual yang dirasa. Pusing yang dialaminya sangat hebat. Hingga akhirnya, Lusi tertidur dipangkuan Ibu Nila, guru matematika dan termuda.
Ditengah-tengah tidurnya Lusi, keenam temannya bertambah heboh.
"Capek aku baca terus", kata Nilam pada teman-temannya.
"Mending main rubrik", kata Ferdian.
"Ajarin dong, ajarin. Aku bingung, kamu bisa cepet banget mainnya," pinta Nilam.
"Yaudah main aja," jawab Ferdian singkat.
"Sumpah pelit banget," jawab Nilam ketus.

***

Pukul 18.00 WIB, perjalanan mereka berakhir di penginapan sederhana di Jogjakarta. Mereka lekas-lekas turun dari travel dan melakukan aktivitas yang semestinya dilakukan. Lusi yang masih setengah sadar, pelan-pelan turun dari travel, dan terus mencari dimana kamarnya. Lusi kebingungan.
"Aduh, masak iya aku ditinggal di travel sendirian", Lusi kesal.
"Lusi, lewat sini, Nak", Ibu Lastri berteriak.
Setelah Lusi merapihkan segala barang-barangnya dan yang pasti tak lupa sholat, ia segera menuju ruang tengah untuk belajar bersama keenam temannya. Dan sungguh, ia tetap tak bisa konsentrasi. Masih mengantuk, malas untuk membahas angka-angka. Apalagi di ruang tengah ini ada televisi. Ya mending Lusi liat sinetron daripada belajar.
"Ya Allah, kalian rajin banget yak, dari tadi tanya sama bu Nila terus", kata Lusi.
"Hehe", jawab mereka yang peduli.
"Kalo kamu nggak mau belajar, tidur aja sana, gapapa, daripada nonton tv", Ibu Nila menasehati.
"Justru kalo belajar malah tambah mual", dalam hati Lusi memberontak.

*bersambung*

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Copyright © Mampukah kita melintasi dahsyatnya badai kehidupan? - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -